• Kesehatan

Tolong, Jangan Pelihara Mitos Seputar Kanker Paru Ini

Puitika Aisyah Aini | Sabtu, 02/12/2023 20:10 WIB
Tolong, Jangan Pelihara Mitos Seputar Kanker Paru Ini Ilustrasi

Anekagaya.com - Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian yang disebabkan oleh gkanker, baik pada pria maupun wanita di seluruh dunia. Gejala dari kanker paru antara lain batuk yang tak kunjung reda, sakit dada, dan sulit bernapas.

Meski begitu, masih banyak mitos atau kesalahpahaman yang tersebar di masyarakat mengenai penyakit ini. Melansir Medical Daily, Dr. Arjan Singh Flora, seorang ahli paru intervensi di Memphis VA Medical Center, Tennessee, menjelaskan mengenai beberapa kesalahpahaman umum tentang kanker paru.

1. “Kanker paru hanya menyerang perokok”

Fakta: Semua orang dapat menderita kanker paru-paru

Meski merokok memang merupakan faktor risiko nomor satu dari kanker paru-paru, orang yang tidak merokok namun terpapar karsinogen seperti radon, asbes, dan vinil klorida juga berisiko tinggi menderita penyakit ini.

Dr. Flora menjelaskan, “sekitar 80–90% dari kanker paru-paru ada kaitannya dengan riwayat merokok. 10–20% sisanya, bisa jadi berkaitan dengan riwayat keluarga dengan kanker paru-paru (misalnya, mutasi yang diturunkan) atau paparan dengan asap rokok orang lain, paparan berkelanjutan dengan partikel penyebab kanker, serta polusi udara dalam dan luar ruangan.”

2. “Kalau sudah pernah merokok, tidak ada gunanya berhenti”

Fakta: hasil positif bisa langsung terlihat ketika seseorang berhenti merokok

Ketika seseorang berhenti merokok, tubuhnya akan langsung menunjukkan perubahan. Hanya dalam 20 menit berhenti merokok, tekanan darah dan detak jantung mulai turun, dan dalam beberapa hari, kadar karbon monoksida kembali normal. Fungsi paru-paru juga akan membaik setelah dua sampai tiga bulan berhenti merokok.

“Meskipun memang benar bahwa risiko terkena kanker paru-paru setelah berhenti merokok masih ada, risiko tambahan kanker paru-paru turun setengahnya setelah 10-15 tahun berhenti merokok. Bahkan jika seorang mantan perokok menderita kanker paru-paru, prognosisnya lebih baik dibandingkan mereka yang masih merokok,” tutur Dr. Flora.

3. “Skrining kanker paru justru meningkatkan risiko kanker”

Fakta: skrining dapat menurunkan risiko kematian pada perokok yang berisiko tinggi terkena kanker paru-paru.

Skrining yang menggunakan low-dose computerized tomography (LDCT) merupakan cara terbaik untuk deteksi dini kanker paru-paru pada orang yang berisiko tinggi. Mendeteksi kanker paru-paru sebelum berkembang dapat meningkatkan peluang pemulihan.

Namun, karena skrining juga memiliki risiko terkait radiasi, hal ini biasanya hanya diperuntukan bagi orang berisiko tinggi. Dr. Flora menjelaskan bahwa jumlah radiasi dari LDCT adalah 20% dari jumlah radiasi CT dada standar. Kurang lebih sama dengan radiasi alami yang diterima tubuh selama enam bulan hidup di bumi.

“Ada kekhawatiran yang dapat dipahami dari pasien mengenai paparan radiasi yang dapat  menyebabkan kanker. Inilah sebabnya kami tidak melakukannya kepada orang-orang yang sehat, muda, dan bukan perokok,” tambah Dr. Flora.

“Mereka yang berisiko tinggi (berusia 50–80 tahun, dengan riwayat perokok berat, dan masih aktif merokok atau sudah berhenti selama kurang dari 15 tahun) memiliki risiko kematian yang jauh lebih tinggi akibat kanker paru-paru daripada mereka menderita kanker akibat paparan radiasi.”

4. “Jika tidak ada gejala, berarti tidak ada kanker paru

Fakta: ketika gejala muncul, kanker paru-paru kemungkinan sudah menyebar

Kanker paru, menurut Dr. Flora, adalah penyakit yang licik sehingga sering tidak disadari. Karena paru-paru tidak memiliki reseptor rasa sakit, tumor bisa tumbuh tanpa menyebabkan rasa sakit atau tidak nyaman.

Bagi mereka yang berisiko tinggi, cara terbaik mendeteksi kanker paru adalah skrining. Karena ketika gejala mulai muncul, kanker bisa jadi sudah ada di tahap akut. Tak hanya itu, banyak dari gejala kanker paru dapat disalah artikan sebagai gejala penyakit lain yang lebih ringan.

 

Keywords :

FOLLOW US